KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Dengan ini kami panjatkan puji dan
syukur kepada Allah SWT, karena atas kehendak-Nyalah kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Ekuitas” ini tepat pada waktunya. Isi dari makalah ini
secara garis besar adalah membahas mengenai Ekuitas dan hal-hal yang berkaitan
dengannya.
Ekuitas
sering disebut juga modal . untuk perseroan, istilah ekuitas lebih merefleksi
makna yang ingin dikandungnya. Istilah modal sering disebut juga sebagai padan
kata equity walaupun modal lebih dekat maknanya dengan istilah capital. Dalam
makalah ini, istilah ekuitas dan modal sering digunakan secara bergantian.
Karena ekuitas mengandung unsur pemilikan, untuk organisasi nonprofit ekuitas
disebut dengan aset bersih untuk menghindari kesan adanya pemilikan.
Segala
kesempurnaan hanya milik illahi, kekurangan yang ada pada makalah ini datang
dari kami. Karena itu, kritik yang membangun sangat kami harapkan dari pembaca.
Sukabumi, 31 oktober 2011
Penulis
DAFTAR ISI
halaman
COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................. ......... i
DAFTAR ISI............................................................................................................ ......... ii
BAB I PANDAHULUAN
1.1. Latarbelakang Masalah................................................................................ ......... 1
1.2. Tujuan............................................................................................................ ......... 2
1.3. Rumusan Masalah........................................................................................ ......... 2
1.4. Sistematika Penulisan................................................................................... ......... 2
BAB II PEMBAHASAN (ISI)
2.1. Pengertian Ekuitas....................................................................................... ......... 4
2.2. Komponen Ekuitas
Pemegang Saham....................................................... ......... 5
2.3. Tujuan Penyajian
Ekuitas........................................................................... ......... 6
2.4. Perbedaan Modal Setoran
dan Laba Ditahan.......................................... ......... 7
2.5. Modal Yuridis............................................................................................... ......... 7
2.5.1. Pengertian.......................................................................................... ......... 7
2.5.2. Besarnya modal yuridis...................................................................... ......... 8
2.6. Modal Setoran Lain..................................................................................... ......... 8
2.7. Perubahan Modal Setoran.......................................................................... ......... 9
2.7.1... Pemesanan Saham.............................................................................. ......... 10
2.9. Perubahan Laba Ditahan............................................................................ ......... 23
2.9.1. Penyesuaian
Perioda Lalu.................................................................. ......... 24
2.9.2.
Koreksi Kesalahan............................................................................... ......... 25
2.9.3.
Perubahan akuntansi ........................................................................... ......... 27
2.9.4. Kuasi reorganisasi................................................................................. ......... 30
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan.................................................................................................... ......... 47
3.2. Saran.............................................................................................................. ......... 48
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 50
BAB I
PANDAHULUAN
1.1. Latarbelakang Masalah
Untuk perusahaan perseorangan, ekuitas sering disebut
modal. Untuk perseorangan, istilah ekuitas (ekuitas pemegang saham atau
stockholders' equity) lebih merefleksi kata yang ingin dikandungnya.Istilah
modal sering digunakan pula sebagai padan kata equity walaupun modal lebih
dekat maknanya dengan istilah capital.Ekuitas mengandung unsur kepemilikan
(ownership), untuk organisasi nonprofit ekuitas disebut dengan aset bersih (net
assets) untuk menghindari kesan adanya pemilikan.
karena kensep kesatuan usaha yang memisahkan antara
manajemen dan pemilikan, informasi tentang akuitas pemegang saham menjadi
sangat penting karena hal tersebut menunjukan hubungan antara perusahaan
(perseroan) dengan pemegang saham. dari sudut pemegang saham, ekuitas pemegang saham merupakan hak atas
kekayaan atau nilai yang tertanam dalam perseroan. Kalau dipandang dari sudut
kesatuan usaha, ekuitas pemegang saham merupakan "utang" perseroan
kepada para pemegang saham. Oleh karena itu, ekuitas pemegang saham dapat juga
dipandang sebagai gambaran hubungan yuridis antara perseroan dan pemegang
saham. Dengan kedudukannya yang demikian persoalannya adalah bagaimana
melaporkan atau menyajikan informasi elemen ini agar hubungan dan tanggung jawab
yuridis dapat dipertahankan.
karena konsep kesatuan usaha menuntut artikulasi antar statemen keuangan,tidak terdapat
masalah semantik atau definisional dalam pembahasan ekuitas seperti halnya
elemen pendapatan, biaya dan laba. Teori ekuitas yang bersifat semantik adalah
teori sudut pandang atau teori entitas. Ekuitas pemegang saham itu sendiri
terdiri atas dua komponen penting yaitu modal setoran (paid-in atau contributed
capital) dan laba ditahan (retained earnings). sebagai pasangan modal setoran,
laba ditahan dapat disebut sebagai modal bentukan atau cioptaan (earned
capital).
1.2. Tujuan
Tujuan dari pembentukan makalah ini adalah:
- Sebagai bentuk tanggung jawab mahasiswa atas tugas yang diberikan oleh dosen mata kuliah Teori Akuntansi.
- Mengetahui apa yang dimaksud dengan ekuitas.
- Memahami lebih mendalam bagaimana perubahan modal setoran.
- Agar mengetahu apa yang dimaksud dengan Obligasi Terkonversi.
1.3. Rumusan Masalah
Pokok pembahasan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.4. Sistematika Penulisan
Susunan makalah ini adalah sebagai berikut:
COVER
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PANDAHULUAN
1.1. Latarbelakang Masalah
1.2. Tujuan
1.3. Rumusan Masalah
1.4. Sistematika Penulisan
BAB II
PEMBAHASAN (ISI)
2.1. Pengertian Ekuitas
2.2. Komponen Ekuitas Pemegang Saham
2.3. Tujuan Penyajian Ekuitas
2.4. Perbedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
2.5. Modal Yuridis
2.5.1. Pengertian
2.5.2. Besarnya modal yuridis
2.6. Modal Setoran Lain
2.7. Perubahan Modal Setoran
2.7.1... Pemesanan Saham
2.7.2. Obligasi Terkonversi
2.7.3. Saham Prioritas
Terkonversi
2.7.4. Dividen Saham
2.7.5. Hak Beli Saham
2.7.6. Opsi Saham
2.7.7. Waran
2.8. Penurunan Modal Setoran
2.9. Perubahan Laba Ditahan
2.9.1. Penyesuaian
Perioda Lalu
2.9.2.
Koreksi Kesalahan
2.9.3.
Perubahan akuntansi
2.9.4. Kuasi reorganisasi
2.10. Penyajian Modal Pemegang Saham
2.10.1. Urutan penyerapan rugi
2.10.2. Urutan menerima
distribusi aset
2.11. Perincian Laba Ditaha
2.11.1. Perincian Atas Dasar Sumber
2.11.2. Perincian atas dasar tujuan
penggunaan
2.12. Laba Komprehensif
2.12.1. Laba Semua Termasuk
2.12.2. Alasam Mendasar
2.13. Penyajian Laba Komprehensif
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran
BAB II
PEMBAHASAN (ISI)
2.1. Pengertian Ekuitas
Ekuitas tidak dapat didefinisikan secara independen
terhadap aset dan kewajiban. Dalam kerangka dasar Standar Akuntasi Keuangan
(2002), misalnya Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendefinisikan ekuitas sebagai
berikut (pasal 49):
Ekuitas adalah hak
residual atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiaban.
Definisi diatas tidak jauh
berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh FASB dalam SFAC No. 6 sebagai berikut:
Equity or net asset is the
residual interest in the assets of an entity that remains after deducting its
liabilities.
berbagai sumber yang lain mendefinisikan ekuitas yang
tidaktidak berbeda dengan defini diatas. Ekuitas didefinisikan sebagai hak
residual untuk menunjukan bahwa ekuitas buakn kewajiban. Ini berarti ekuitas
bukan pengorbanan sumber ekonomik masa datang. Karena didefinisi atas dasar
aset dan kewajiban, nilai ekuitas juga bergantung pada bagaimana aset dan
kewajiban diukur.
Godfrey, Hodgson, dan Holmes (1997) membedakan ekuitas
dan kewajiban atas dasar kriteria berikut (hlom. 421-423):
Atas dasar konsep
kesatua usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim atau hak
untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam perusahaan. akan tetapi
terdapat, terdapat dua karakteristik yang melekat pada hak kreditor yaitu:
jadi, klaim kreditor terbatas jumlahnya dan harus diselesaikan
padatanggal tertentu sementara klaim pemegang sahalm merupakan jumlah residual
dan tidak harus diselesaikan atau dilunasipada tanggal tertentu.
Hak kreditor atau
pemilik (pemegang saham) juga berbeda dalam hal penggunaan aset. Kreditor pada
umumya tidak mempunyai akses dan kendali dalam penggunaan aset perusahaan.
Mereka juga tidak mempunyai hak dalam pengambilkan keputusan operasi perusahaan
secara langsung. Di lain pihak, pemilik (khusus dalam perusahaan peseorangan)
mempunyai akses, hak,dan autoritas untuk menjalankan perusahaan dan menggunakan
atau mengendalikan aset.
perjanjian menimbulkan
hak dan kewajiban. substansi ekonomik perjanjian antara kreditor dengan
perusahaan berbedadengan antara pemegang saham dan perusahaan dalam hal resiko
terhadap rugi. Karena kreditor diprioritaskan, resiko mereka lebih kecil dari
pemegang saham. Pemegang saham menanggung segala resiko yang berkaitan dengan
operasi perusahaan. Oleh karena itu, hak kreditor sebenarnya berbeda dengan hak
pemegang saham, kreditor berhak atas pelunasan sedangkan pemegang saham berhak
atas pembagian laba (residual). jadi secara substansi ekonomik, kreditor
menanggung resiko lebih kecil dan dengan demikian mendapat imbalan tetap berupa
bunga dan pokok pinjaman sedangkan pemegang saham menanggung resiko lebih besar
sehingga berhak atas kembalian (rate of return) yang berfariasi melalui
pembagian laba (participation in profits).
2.2. Komponen Ekuitas Pemegang Saham
Dari segi riwayat dan
sumbernya, ekutas pemegang saham dibagi menjadi dua komponen penting, yaitu:
3. Lain-lain
Komponen lain-lain terdiri atas pos-pos yang tidak
tepat dimasukan dalam komponen modal setoran lainnya atau laba ditahan tetapi
sering diklasifikasikan sebagai pos ekuiatas pemegang saham.
2.3. Tujuan
Penyajian Ekuitas
Pengungkapan informasi ekuitas
pemegang saham akan sangat dipengaruhi oleh tujuan penyajian informasi tersebut
kepada pemakai statemen keuangan. Pada umumnya, tujuan pelaporan informasi
ekuitas pemegang saham adalah menyediakan informasi kepada yang berkepintingan
tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen. Tujuan lain adalah menyediakan
informasi tentang riwayat serta prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas
lainnya. Informasi tentang kewajiban yuridis perseroan terhadap para pemegang
saham dan [pihak lainnya juga merupakan tujuan penyajian ekuitas pemegang saham
ini. Untuk memenuhi tujuan tersebut, inrformasi yang harus disampaikan tentang
ekuitas pemegang saham tersebut minimal adalah:
2.4. Perbedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Ditinjau
dari sumbernya, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham
yaitu:
Laba ditahan pada dasarnya adalah
terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar laba-rugi.
Begitu saldo laba ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah
lebur menjadi elemen modal pemegang saham yang sah. Seperti juga modal setoran,
laba ditahan menunjukan sejumlah hak atas seluruh jumlah rupiah aset bukan hak
atas jenis aset tertentu. Dengan demikian untuk mengukur seluruh hak pemegang
saham atas aset, laba ditahan harus digabungkan dengan modal setoran.
Perbedaan antara dua bagian elemen
ekuitas pemegang sangat penting. Dari segi administrasi keuangan, laba ditahan
merupakan indikator daya melaba sehingga laba ditahan harus selalu dipisahkan
dengan modal setoran meskipun jumlah akhirnya ditotal untuk membentuk ekuitas
pemegang saham. Pembedaan ini juga penting secara yuridis karena modal setoran
merupakan dana besar yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukan
perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam
likuidasi rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian dividen.
2.5. Modal
Yuridis
2.5.1. Pengertian
Modal yuridis timbul karena ketentuan
hukum yang mengharuskan bahwa harus ada sejumlah rupiah yang harus dipertahankan
dalam rangka perlindungan terhadap pihak lain.Bentuk ketentuan hukum ini adalah
bahwa saham harus empunyai nilai nominal atau nilai minimun yang dinyatakan
untuk menunjukan hak yuridis. Modal yuridis adalah jumlah rupiah
"minimal" yang harus disetor oleh investor sehingga membentuk modal
yuridis.
Tujuan penyajian modal yuridi ini
adalah untuk memberi informasi kepada para pemegang ekuitas lainnya tentang
batas perlindungan investasinya. Akuntansi menggap pengungkapan modal yuridis
tersebut tidak penting karena akuntansi lebih menekankan pada jumlah rupiah
yang benar-benar disetor oleh pemegang saham sebagai jumlah rupiah kontrak
antara perseroan dengan pemegang saham.
2.5.2. Besarnya Modal Yuridis
Dalam hal saham bernilai
nominal , modal yuridis dapat sama dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham. Modal
saham menunjukan jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan
nilai nominal persaham. Jumlah ini merupakan
jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun
dalam transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor atau dibayar
melebihi modal yiridis tersebut.
Modal saham ini juga
merupakan batastanggung jawab pemegang saham dan batas kerugian pribadi yang
harus ditanggung pemegang saham. artinya, dalam hal terjadi likuidasi pemegang
saham tidak dapat menuntun pembagian kekayaan atas dasar modal yang disetor (kecuali adanya sisa untuk itu).
Sebaliknya, dalam hal hasil penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup
seluruh hutang perseroan, pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup
utang lebih dari modal saham atau modal yang telah disetor kecuali pemegang
saham sebagai direksi.
2.6. Modal Setoran Lain
Nominal
saham sering dianggap bukan merupakan harga efektip saham sehingga secara
akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna ekonomik.
Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan alat untuk pemerataan
distribusi pemilikan daripada untuk menunjukan nilai salaham itu sendiri.
Karena tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanppa nilai nominal.
Ada dua alasan penerbitan saham tanpa nilai nominal yaitu:
Pasal 42 undang-undang no 1 tahun 1995 menetapkan bahwa
saham tanpa nilai nominal tidak dapat diterbitkan. Ketentuan ini sebenarnya
dimaksudkan untuk menentukan modal yuridis. Nilai niminal merupakan jumlah
rupiah minimal yang harus disetor investor sehingga membentuk modal yuridis.
Jika modal saham terjual dengan harga diatas nominal, dapatkah selisihnya
diperlakukan sebagai laba ditahan karen modal yuridis telah terpenuhi?
Dalam hal ini, Patton danLittleton (1970) menegaskan bahwa
perseroan merupakan kesatun usaha maupun kesatuan hukum. Sifat ganda ini
menjadikan akuntasni mempunyai fungsi ganda pula yaitu menyajikan data ekonomik
sekaligus mencerminkan aspek yuridis yang sebenarnya. Fungsi ganda ini
menimbulkan masalah pelaporan ekuitas pemegang saham karena konsep kesatuan
usaha dan konsep hukum sangat berbeda. Dari segi hukum ada tendesi untuk
memandang ekuitas pemegang saham sebagai jumlah rupiah tertentu yang menjadi
batas penarikan kembali dana yang ditanamkan oleh pemegang saham tanpa
memperhatikan setoran yang sesungguhnya. Dari segi akuntansi, yang menganut
substansi dari pada bentuk, memandang ekuitas pemegang saham adalah seluruh
jumlah yang secara ekonomik tertanam diperusahaan termasuk laba ditahan.
2.7. Perubahan
Modal Setoran
Tujuan utama perekayasaan akuntansi
modal setoran ini adalah untuk membedakan secara tegas antara perubahan akibat
transaksi operasi dan perubahan akibat transaksi modal. Dalam hal kenaikan
modal setoran, pembedaan ini bermanfaat untuk mencegah memperlakukan kenaikan
akibat transaksi modal sebagai laba sehingga timbul kesan adanya jumlah yang
trsedia untuk pembagian dividen. Berbagai sumber yang dapat mengubah modal
setoran dengan berbagai masalah teoretisnya adalah:
- Pemesanan saham
- obligasi terkonversi atau brhak tukar
- saham istimewa terkonversi atau brhak tukar
- dividen saham
- hak beli saham, opsi, dan warna
- saham treasuri
2.7.1. Pemesanan Saham
Pada umumnya, investor yang berminat membeli saham harus memesan lebih
dahulu saham yang akan dibeli dengan harga sesuai dengan kesepakatan pada saat
pemesanan. Yang menjadi masalah adalah apakan jumlah rupiah saham pesanan
tersebut dapat diakui sebagai modal setoran?
Secara konseptual, ekuitas pemegang saham bersifat seperti kewajiban.
Oleh karena itu, jumlah rupiah saham pesanan dapat diakui sebagai modal setoran
hanya apabila kedua syarat berikut dipenuhu:
Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karakteristik
bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak
pemegang obligasi dalam hal periode konversi tertentu. Kalau hak tukar tersebut
diambil (exercised), yang terjadi adalab perubahan status kewajiban menjadi
modal setoran. Masalah teoritisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat
dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan diatas modal
saham (kalau ada) dapat ditentukan. Dalam hal ini, ada 2 nilai yang dapat
diguakan sebagai basis kapitalisasi, yaitu:
Dasar pertama mereklasifikasi nilai buku menjadi modal saham dan premium
atau disebut modal saham tergantung kasusnya. Dengan demikian, tidak ada untung
atau rugi yang diakui pada saat transaksi pertukaran tersebut. Esensi transaksi
tersebut hanyalah mengubah status jumlah rupiah utang menjadi utang pemegang
saham. Pendekatan didasari konsep kesatuan usaha karena kreditor dan pemegang
saham mempunyai kedudukan yang sama sebagai investor dengan kepentingan yang
sama. Oleh karena itu, pertukaran tersebut tidak mempunyai substansi ekonomik
sehingga tidak dapat menimbulkan untung atau rugi. Alasan yang lain adalah
bahwa pada saat obligasi diterbitkan semua penerimaan kas diperlukan sebagai
utang. Artinya, tidak dipisahkan jumlah rupiah yang melekat pada obligasi
sebagai obligasi biasa dan pada hak tukar. Hak tukar dianggap melekat pada
obligasi sehingga tidak dapat diukur secara pasti nilainya.karena hak tukar
tidak dapat di ukur dengan pasti, nilai buku obligasi murni juga jika harga
pasar obligasi dapat ditentukan. Jadi, kepraktisan dan objektifitas pengukuran
tidak menghendaki pengakuan untung dan rugi.
Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat
menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendapatan pertama,
nilai nominal saham prioritas plus porsi premium atau diskun ditransfer kemodal
pemegang saham dan premium atau diskun modal pemegang saham biasa. Tidak ada
untung atau rugi yang diakui pada saat konversi tersebut ini berarti bahwa
jumlah rupiah yang mula-mula diterima pada saat menerbitkan saham prioritas
dianggap sebagai modal setoran mula-mula untuk saham biasa. Perlu dicatat bahwa
jumlah rupiah ini buka merupakan nilai likuidasi saham prioritas karena nilai
likuidasi saham prioritas adalah sebesar nilai nominalnya. Itulah sebabnya
porsi premiun atau diskun juga ikut ditransfer. Kalau porsi premium tidak
ditransfer dan semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan
terjadi kejanggalan karena akan dapat premium saham prioritas padahal tidak ada
saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menandai perubahan
status atau hak dua golongan pemegang saham. Perubahan ini sering disertai
penerbitan sertifikat saham biasa baru dan penarikan sertifikat saham prioritas
atau istimewa.
Dividen saham merupakan distribusi dividen dalam bentuk saham yang
sejenis dengan saham yang mula-mula diterbiotkan. Bila distribusi dividen saham
tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, dividen saham akan menyerupai
pemecahan saham. Pemecahan saham adalah penurunan nominal (atau nilai nyata)
persaham dengan cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih
saham baru yang nilai nominal per sahamnya merupakan pecahan dari nilai nominal
saham semula. Bila perusahaan mendistribusi dividen saham 20% tanpa disertai
kapitalisasi, perusahaan sebenarnya telah menurunkan nilai nominal per saham
menjadi 100/120 dari nilai nominal semula.
Bagi pemegang saham, dividen saham buak merupakan
pendapatan atau laba. Berbagai teori atau argumen diajukan untuk menjelaskan mengapa dividen saham bukan
merupakan laba bagi penerimanya. Dari sudut pandang kesatuan usaha, dividen
saham bukan merupakan pembagian laba karena tidak ada penurunan aset perusahaan
atau kenaikan utang perusahaan. Hal ini berbeda dengan dividen kas jelas
merupakan pendapatan bagi penerima karena ada transfer kemakmuran ke pemegang
saham.
Bila dividen saham dipandang sebagai pendapatan in natura
karena menaikan nilai investasi, pendapatan tersebut belum terealisasi bila
belum dijual oleh penerimanya. Investasi naik karena dividen saham dapat di
jual atau kalau tidak dijual penerima berhak menerima dividen tunai dimana yang
akan datang atas saham tersebut.
Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan
laba bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan
laba [pemilik. oleh karena itu dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau
prive oleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya sehingga tidak
ada tambahan kemakmuran. Dividen saham juga bukan merupakan laba tetapi sekedar
teklasifikasi ekuitas. karena sudut pandang akuntansi adalah kesatuan usaha,
apakan dividen saham pendapatan bagi pemegang saham sebenarnya bukan masalah
yang relevan. Yang relevan bagi perusahaan adalah apakah dividen saham
dipansang sebagai reklasifikasi ekuitas dan bila demikin bagaimana kapitalisasi
diukur. Kapitalisasi dapat didasarkan atas:
Kalau tujuan penyajian informasi modal pemegang saham
adalah untuk menunjukan modal yuridis (legal capital), kapitalisasi dividen
saham harus hanya sebesar nilai nominal atau nyataannya: jumlah ini sebesarnya
merupakan jumlah minimal yang harus dikapitalisasi untuk memenuhi ketentuan
yuridis. Alasan pendukung kapitalisasi hanya sebesar nilai yuridis adalah bahwa
divisen saham bukan merupakan pendapatan dan mengkapitalisasi sebesar harga
pasar memberi kesan bahwa dividen tersebut merupaka pendapatan yang
direinvestasi kedalam perusaahn. Alasan lain yang dianggap cukup kuat adalah
bahwa harga pasar menggambarkan harga seluruh ekuitas pemegang saham (modal
setoran dan laba ditahan). Jadi sangat tridak logis mentransfer jumlah yang
merefleksi elemen modal setoran dan laba ditaha ke modal setoran itu sendir.
Walaupun dividen saham berbeda dengan dividen kas, sebagai
divide keduanya dianggap sebagai distribusi ke pemilik. Oleh karena itu, dividen
saham dapat di pandang sebagai pengganti dividen kas karena dividen daham mempunyai
nilai. Paling tidak, pemegang saham dapat menjual saham tersebut kalau dividen
kas yang diharapkan dan investasi semula tidak berubah. Nilai tersebut diukur
atas dasar harga saham. dengan demikian harga pasar merupakan dasar yang tepat
untuk menentukan kapitalisasi berbagai dasar pikiran mendukung hal ini.
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang saham lama untuk
membeli sejumlah saham (proposional dengan pemilikan). Hak ini biasanya
dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan pemegang saham lama. Pada umumnya,
hak beli saham umurnya tidak lama dan beli harga saham dengan hak beli tersebut
biasanya lebih rendah dari harga pasar saham bersangkutan. Oleh karena itu, hak
beli saham sering dianggap mempunyai harga pasar sehingga timbul pendapat bahwa
hak beli saham tersebut dikapitalisasi. Harga pasar hak beli saham ini adalah
sebesar selisih harga pasar saham sengan harga yang harus dibayar pemegang
saham yang mempunyai hak beli saham. Perlukah jumlah rupiah selisih ini
dikapitalisasi?
Bila dividen saham dapat dikapitalisasi maka hak beli saham juga dapat
dikapitalisasi karena hak beli saham dapat dianggap sebagai dividen saham
dengan nilai sebesar harga pasar hak beli saham. jumlah ini dikapitalisasi ke
modal setoran lain. Argumen dibantah dengan alasan bahwa kapitalisasi hak
belisaham menjadi modal setoran adalah tidak logis karena tidak ada sumber
ekonomi yang disetorkan oleh pemegang saham dan tidak ada saham baru yang
diterbitkan. Lain halnya dengan kupon beli saham atau waran yang di bahas
sesudah opsi saham berikut.
Secara umum opsi diartikan sebagai klaim untuk membeli atau menjual saham
tertentu yang sengaja diciptakan oleh investor untuk dijual kepada investor
lain. Dalam arti khusus, opsi saham adalah semacam kontrak yang membeli hak
kepada karyawan perusahaan (termasuk manager atau pemimpin) untuk membeli saham
perusahaan dalam jangka waktu tertentu dengan harga yang tertentu pula. pada
umumnya harga pengambilan dibawah harga pasar saham yang bersangkutan atau
harga yang ditawarkan kepada pihak lain. Kebijakan semacam ini sering disebut
dengan program opsi saham karyawan. Opsi saham ini biasanya digunakan sebagai
sarana untuk meningkatkan loyalitas dan motivasi karyawan dengan menjadikan
mereka pemilik perusahaan dan utnuk menambah penghasilan karyawan (sebagai
konvensasi tambahan). Banyaknya saham yang dapat dibeli dan harga opsi dapat
ditentukan pasa saat hak opsi diberikan atau bergantung pada beberapa kejadian
dimasa mendatang seperti pertumbuhan perusahaan dan perubahan harga saham.
Dalam hal opsi saham karyawan, ada kalanya harga pengambilan begitu
rendah di banding harga pasar sehingga selisihnya dapat dipandang sebagai
kompensasi atau imbalan jasa karyawan. Dengan demikian, masalah akuntansi yang
berkaitan dengan opsi sahal karyawan adalah:
Opsi saham dapat di bagi menjadi dua, yaitu:
Ada
kalanya program opsi saham diluncurkan bukan untuk tujuan meningkatkan
kompensasi karyawan tetapi untuk meningkatkan status karyawansebagai pemilik
perusahaan dan untuk membantu perusahaan menambah dana. APB Opinion No.25 pasal
7 menentukan bahwa opsi saham dapat dikategorikan sebagai nonimbalan jika:
jika
program opsi saham tidak memenuhi
kriteria sebagai opsi saham nonimbalan, tentunya opsi saham tersebut merupakan
opsi saham imbalan.
Perusahaan dapat juga menjual hak beli saham kepada
nonpemegang saham dengan cara menjual kupon pembelian saham atau waran. Dalam
PSAK No. 41, IAI mendefinisikan waran sebagai berikut:
Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan
yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan
tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu (pasal 30). perbedaan waran
dengan hak beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek, yaitu:
PSAK No.41 telah menetapkan perlakuan akuntansi untuk
berbagai jenis waran sebagai berikut:
Jumlah
rupiah hasil p[enerbitan sekuritas (utang atau ekuitas yang disertai waran
lepas dialokasi ke sekuritas dan waran atas dasar nilai wajar masing-masing
komponen pada saat penerbitannya. jumlah rupiah yang melekat pada sekuritas
dilaporkan sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal
15).
apabila
waran diambil, jumlah rupiah yang melekat pada waran dikapitalisasi ke modal
saham dan agio saham (bila ada) apa bila waran tidak diambil sampai masa opsi
berakhir, jumlah rupiah tecatat warantetap diperlakukan sebagai modal setoran
lain (pasal 16).
seluruh
jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas (utang/ekuitas) yang disertai waran
lekat diakui seluruhnya sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan
karakteristiknya (pasal 17).
penerbitan
waran bebas diperlakukan sebagai modal setoran lain sebesar jumlah rupiah hasil
penerbitan tersebut. bila waran bebas diterbitkan secara cuma-cuma, tidak
diperlukan penaksiran nilai waran untuk diakui sebagai modal setoran lain
(pasal 18-19).
Berbagai sumber perubahan modal
setoran yang dibahas diatas bersifat menaikan atau menambah modal setoran. Pada
umumya lebih banyak faktor yang bersifat menaikan modal setoran dari pada yang
menurunkan modal setoran. Alasannya adalah bahwa begitu modal disetor dan
tertanam dalam perusahaan, modal tersebuat akan menjadi investasi permanen
dalam perusahaan. kalau pemegang saham ingin melepaskan investasinya, pemegang
saham akan menjualnya ke pasar saham sehingga apa yang dilakukan pemegang saham
tidak mempengaruhi operasi atau posisi keuangan perusahaan.
paton dan littleton (1970)
menegaskan bahwa ditinjau dari segi penilaian pasar terhadap perusahaan, tidak
ada alasan untuk menggap bahwa baik perseroan mewakili (mereka yang masih
memegang saham) maupun pemegang saham yang mengembalikan haknya (yang
menyerahkan sahamnya) memperoleh laba efektif, atau menderita rugi efektif
dalam transaksi modal tersebut jika harga yang dibayarkan untuk tiap saham yang
ditarik kembali lebih rendah dari pada kos saham pada saat penarikan kembali
tersebut, maka dapat dianggap bahwa penilaian pasar terhadap perusahaan secara
keseluruhan (atas dasar nilai likuidasi pada saat itu) adalah lebih rendah dari
pada jumlah rupiah yang tercatat untuk aset seperti kas, piutang dan kos aset
lainnya demikian pula kalau harga yang dibayarkan untuk saham yang ditarik
kembali l;ebih tinggi dari pada nilai bukunya ini berarti bahwa penilaian pasar
pada saat itu memp[erhitungkan adanya apresiasi aset yang tercatat maupun aset
tak berwujud lainnya yang tidak tercatat. Hal ini bukan berarti bahwa akuntansi
perseroan yang mendasarkan diri pada kos histories adalah keliru atau tidak
sesuai dengan kenyataan. Yang perlu
ditekankan adalah bahwa penilaian pasar tidak menjadi alasan kuat untuk
merevisi ekuitas modal pemegang saham tanpa adanya transaksi modal.
Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah
penarikan kembali saham untuk sementara menjadi saham treasuri. Beberapa alasan
perusahaan melakukan penarikan kembali saham sebagai sahan treasuri adalah:
Masalah teoritis yang melekat pada
transaksi saham treasuri adalah:
- Penentuan jumlah rupiah yang harus dianggap sebagai pengurangan modal setoran dan laba ditahan
- Pengungkapan pengaruhnya terhadap modal yuridis bila saham treasuri dijual kembali.
Mengenai hal ini, ada dua pendekatan atau konsep yang dapat diterapkan,
yaitu:
Konsep ini disebut juga dengan metoda kos karena jumlah
rupiah total yang dibayarkan dianggap seakan-akan merupakan kos pembelian saham
tresuri. Disebut satu transaksi karena pembelian saham treasuri dan
penjualannya kembali dianggap sebagai satu transaksi. Artinya pembelian dan
penjualan dianggap sebagai kesatuan transaksi untuk mencapai tujuan yang
diinginkan dengan transaksi saham treasuri tersebut.
jika saham treasuri dijual kembali dengan harga diatas kos
maka jelaslah bahwa selisihnya akan menambah agio saham atau penguraian disagio
saham. Dengan kata lain, selisihnya dibedakan ke modal setoran lain. Dengan
cara ini, modal saham (yuridis) akan tetap terpelihara seperti semula.
Namun, bila saham treasuri dijual kembali dengan harga
dibawah kos, bagaimanakah kedudukan selisihnya? sebagai contoh seksi ekuitas
modal pemegang saham dalam neraca suatu perusahaan pada 1 januari 2005
menunjukan modal saham Rp1.000.000 dan agio saham Rp200.000. Dalam tahun 2005
perusahaan memperoleh kembali 25% sahamnya sebagai saham treasuri dengan harga
Rp400.000 dan kemudian saham tersebut diterbitkan kembali dengan harga
Rp340.000. Bagaimana perlakuan terhadap selisih "rugi" Rp60.000?
Apakan sebagai likuidasi setoran atau pembagian dividen (dibebankan ke laba
ditahan)? Hendriksen dan Van Breda (1992, hlm.820-821) membahas tiga alternatif
berikut ini.
Alternatif pertama
adalah memperlakukan seluruh selisih (Rp60.000) sebagai pengembalian modal
setoran dan karenanya harus didebit ke premium atau diskun saham yang sekelas.
Hanya dalam premium atau diskon saham yang sekelas sudah habis maka selisih
tersebut dapat dibebankan ke laba ditahan. Dasar pikiran yang mendukung
perlakuan ini adalah bahwa substansi lebih penting dari pada bentuk (konsep
dasar substance over form). Substansi transaksi saham treasuri adalah transfer
antara pemegang saham yang satu ke yang lain dengan perusahaan sebagai agen dan
cacah saham yang satu ke yang lain dan beredar tidak berubah. Secara teoritis,
distribusi modal setoran ke pemegang saham yang tidak mengubah cacah saham yang
beredar tidak selayaknya mempengaruhi laba ditahan.
Alternatif kedua
dilandasi oleh tujuan mempertahankan modal saham atau modal yuridis. Jumlah
rupiah selisih dipecah secara proporsional atas dasar modal saham dan agio
saham sebelum penarikan saham treasuri. Kemudian, jumlah yang berkaitan dengan
agio saham dibebankan dengan agio saham tetapi yang berkaitan dengan modal
saham dibebankan ke laba ditahan. Dengan demikian, modal saham (modal yuridis
tetap tuh. Landasan utama perlakuan ini adalah peraturan hukum yang
mengharuskan modal saham dipertahankan keutuhannya dengan contoh angka diatas,
pemecah selisih dilakukan sebagai berikut:
Komponen
modal setoran
|
Jumlah
rupiah
|
Pemecah
selisih (untuk 25%)
|
Perlakuan:
Dibebankan
ke
|
Modal
saham
Agio
saham
|
Rp1.000.000
Rp200.000
|
Rp250.000/Rp300.000XRp60.000=Rp50.000
Rp50.000/Rp300.000XRp60.000=Rp10.000
|
Laba
ditahan
|
Alternative
ketiga membebankan seluruh selisih ke bala ditahan. Alasan perlakuan ini
semata-mata kepraktisan dan konservatisma. Alas an teoritisnya adalah jika
pembelian dan penjualan dianggap sebagai satu transaksi maka esensi selisih
tersebut adalah distribusi asset (semacam dividen) kepada beberapa pemegang
saham secara selektif. Setiap distribusi asset kepada pemegang saham tanpa
mengurangi cacah saham yang beredar harus diperlakukan sebagai sebagai
distribusi laba ditahan(kalau laba ditahan masih tersedia). Modal setoran harus
tetap dipertahankan keutuhannya. Alas an lain adalah laba ditahan harus dipandang sebagai penyangga umum bila tujuan
tertentu harus dicapai.
Konsep ini
disebut dengan pendekatan nilai nominal karena harga penarikan atau penjualan
kembali ditandingkan dengan nilai nominal. Selisihnya, baik dalam penarikan
atau penjualan, dikompensasi ke modal setoran lain seluruhnya atau sebatas
porsi modal setoran lain mula-mula dan selisihnya dikompensasi kelaba ditahan.
Dengan contoh angka sebelumnya penarikan dan penjumlahan akan dicatat sebagai
berikut:
Pada saat
penarikan:
Modal
saham 250.000
Agio
saham 150.000
Kas 400.000
Pada saat
penjualan:
Kas 340.000
Modal
saham 250.000
Agio
saham 90.000
Hasil akhir
cara diatas akan sama dengan alternative pertama dalam pendekata satu transksi.
Dapat juga transaksi diatas dicatat sebaai berikut:
Pada saat
penarikan:
Modal
saham 250.000
Agio
saham (Rp50.000 mula-mula + Rp10.000) 60.000
Laba
ditahan 90.000
Kas 400.000
Pada saat
penjualan:
Kas 340.000
Modal
saham 250.000
Agio
saham (jumlah semula)
50.000
Laba
ditahan
40.000
Hasil akhir cara
ini juga sama dengan alternative kedua dalam pendekatan satu transaksi. Dapat
juga dicatat sebagai berikut:
Pada saat
penarikan:
Modal
saham 250.000
Agio
saham
50.000
Laba
ditahan 100.000
Kas 400.000
Pada saat penjualan:
Kas 340.000
Modal
saham 250.000
Agio
saham
50.000
Laba
ditahan 40.000
Cara diatas
bertujuan mempertahankan keutuhan ekuitas pemegang saham.laba ditahan kan
berkurang sebesar Rp60.000 dan jumlah ini sama dengan selisih antara kos
pemerolehan (Rp400.000) dan harga jual saham (Rp340.000) . dengan demikian
hasil akhir akan sama dengan alternative ketiga dalam konsep satu transaksi.
2.9. Perubahan Laba Ditahan
Jika
pemisahan antara transaksi modal dan transaksi operasi harus tetap
dipertahankan, Hanya terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi besarnya laba
ditahan yaitu laba atau rugi periodic dan pembagian dividen. Laba yang
dipindahkan dari laba akun laba – rugi (income summary) adalah laba yang
pindahkan dari akun selisih seluruh elemen transaksi operasi dalam arti luas
disebut laba komprehensif. Transaksi lain yang dapat mempengaruhi laba yang
ditahan adalah transaksi yang tergolong dalam transaksi modal seperti yang
diuraikan di atas . pengaruh beberapa transaksi diatas langsung dimasukan dalam
laba di tahan dan tidak melalui statemen laba – rugi perioda terjadi transaksi
tersebut karena transaksi tersebut merupakan transaksi modal.
Sebagai
ketentuan umm,selain karena pos – pos transaksi modal dia atas laba di tahan
dalam suatu perioda hanya berubah karena laba atau rugi operai (dalam arti
luas)dan pembagian dividen.namun demikian , terdapat beberapa hal lain yang
dapat menyebabakan laba di tahan dalam suatu perioda berubah selain karena
transaksi modal tapi karena transaksi khusus yaitu :
Masalah
teoritis dalam setiap pembahasan hal – hal diatas ,enjadi penting bila
dihubungkan dengan pelaporan hal- hal tersebut dalam statemen laba – rugi .
inilah yang masih menjadi maslah perekayasaaan penyajian statemen laba – rugi
dan laba di tahan.artinya,apakah pos -
pos yang berkaitan dengan hal di atas langsung di sesuaikan ke laba di
tahan atau dilaporkan dahulu dalam statemen laba rugi perioda terjadinya
hal-hal diatas?
2.9.1. Penyesuaian
Perioda Lalu
Penyeuaian
ini adlah perlakuan terhadap suatu jumlah rupiah yang memepengaruhi operasi
perioda masa lalu.bukan segai pengurang atau penambah perhitungan laba
tahun sekarang. Tetapi sebagai penyesuai
terhadap laba dithan awal perioda sekarang .perlakuan semacam ini dimaksudkan
untuk menjadikan laba di tahan awal perioda sekarang menunjkuan saldo yang
semestinya seadainya jumlah rupiah tersebut telah diakui dalam perioda yang
lalu.
Beberapa
pendapat mendukung dan beberapa menolak perlakuan rugi tersebut sebagai
penyesuaian perioda lalu. Pihak yang mendukung penyesuaian perioda lalu
biasanya mengajukan argumentasi sebagai berikut:
Sementara
itu pihak yang menola penyesuaian perioda lalu mengajukan argument sebagai
berikut :
FASB menganut gagasan paton dan
Littleton di atas dan menrtakan secara umum bahwa jumlah rupiah yang berkaitan
dengan perioode lalu harus diperlakuakn senagai kompenen staemen laba rugi
sekarang kecuali syarat-syarat tertentu diprnuhi. Suatu jumlah rupiah baru
dapat diperlkukan sebagai penyesuaian perioda lalu kalau jumlah rupiah tersebut
:
Terjadinya jumlah rupiah yang
emenuhi keempat syarat diatas biasanya jarang sekali sehingga praktis
penyesuaian perioda lalu tidak pernah dilakukan.Pada umunya,penyesuaian
periosda lalu berkaitan dengan masalah ketidakpastian di msa lalu tentang suatu
kejadian atau jumlah dalam peristiwa yang sngat khusus.ketidakpastian semacam
ini dalam akuntansi biasanya digolongkan dalam apa yang disbut dengan
kenergantian rugi.Rugi bergantung dapat diakui dalam perioda tmbulnya
kemungkinan asalkan dipenuhi kedua criteria pengakuan berikut:
2.9.2. Koreksi Kesalahan
System akuntansi
biasanya sudah dengan cukup cermat sehingga kesalahan dalam pencatatan akan
segera dapat dideteksi sehingga dapat segera dilakukan koreksi. Dalam hal
tertentu, kesalahan tidak segera diketahui dan baru diketahui beberapa waktu
atau bahkan beberapa perioda setelah statemen keuangan disusun dan diterbitkan.
APB opinion no. 20 paragraf 13 mendefinisikan kesalahan sebagai berikut:
Errors in financial statements
result from mathematical mistakes, mistakes in application of accounting
principles, or oversight or misuse of facts that axisted at the time the
financial statements were prepared.
Jadi, untuk dapat disebut kesalahan, suatu jumlah rupiah harus berasal
dari kesalahan hitung, kesalahn aplikasi atau penerapan prinsif akuntansi, atau
kekhilafan atau kekeliruan menggunakan fakta yang tersedia pada saat penyusunan
laporan keuangan.
Menurut
pandangan ini, penyesuaian yang diperlukan terhadap laba yang pernah dilaporkan
harus dilakukan langsung terhadap akun laba ditahan untuk semua kasus kecuali untuk
koreksi-koreksi yang jumlahnya tidak terlau besar (material) sehingga tidak
mengganggu pelaporan laba normal. Ii berarti, koreksi tidak tampak dalam
statemen laba-rugi. Pendekatan ini disarankan dalam APB No. 20 paragraf 36 yang
menyatakan bahwa kesalahan dalam perioda sebelumnya harus diperlakukan sebagai
penyesuaian periode-lalu. Laba ditahan awal perioda berjalan disesuaikan dengan
jumlah rupiah pengaruh komulatif kesalahan terhadap perhitungan laba
perioda-perioda sebelumnya dan jika statemen komparatif disajikan, pengaruh
retroaktif kesalahan harus ditunjukan dalam statemen keuangan perioda-perioda
yang terpengaruh
Paton dan
littleton (1970) menegaskan bahwa koreksi yang berkaitan dengan penggunaan aset
dengan perioda-perioda yang lalu dengan alasan apapun hendaknya dipisahkan
dengan premium modal saham.premium modal saham merupakan komponen modal setoran
dan jka pemisahan antara modal setoran dan modal operasi (laba) harus tetap
dipertahankan maka tidaklah tepat untuk menggunakan modal setoran untuk
menyerap modal koreksi atas laba yang pernah dilaporkan kecuali jika:
Paton dan
Littleton (1970) mendukung perlakuan ini dengan alasan bahwa statemen laba-rugi
komulatif yang didasarkan atas statemen-statemen terdahulu harus menunjukan
laba atau rugi komprehensif sepanjang riwayat perusahaan sampai tanggal
sekarang. Dengan demikian, jika koreksi langsung dilakukan dalam akun laba
ditahan tanpa ada petunjuk atau penjelasan apapun dalam statemen laba-rugi,
beberapa statemen laba-rugi yang pernah diterbitkan tidak dapat memberikan
gambaran yang menyeluruh tentang kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.
2.9.3. Perubahan akuntansi
Karena alasan tertentu
suatu perusahaan mungkin melakukan kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap
konsistensi dalam proses akuntansi dan pelaporan keuangan yang disebut dengan
perubahan akuntansi. Ada tiga macam perubahan akuntansi yaitu;
Masalah perekayasaan
yang bersangkutan dalam hal ini adalah untuk perioda mana saja pengaruh
komulatif perubahan harus diakui. Ada tiga alternatif atau metoda yang
diusulkan yaitu penyesuaian retroaktif, penyesuaian sekarang, dan penyesuaian
sekarang dan prospektif.
Metode ini mengakui pengaruh kumulatif perubahan dalam
laba perioda yang lalu sebagai penyuasuaian perioada yang lalu.Ini berarti
saldo awal akun laba ditahan perioda
sekarang disesuaikan ddengan pengaruh kumulatif tersebut dan laporan – laporan
perioda sebelumnya disusun kembali dengan perubahan tersebut. menggunakan
prinsip yang berbeda untuk pos yang sama dalam statemen keuangan komparatif
dapat meninmbulakan interpretasi yang salah mengenai kecenderungan (trend)atau
analisis lainnya. prinsip akuntansi harus sama antara perioda sekarang dengan
beberapa perioda sebelumnya .Jadi,kalau terjadi perubahan akuntansi statemen
keuangan perioda lalu harus disusun kembali untuk mereflesikan prinsip
akuntansi yang baru.
Metode ini mengakui seluruh pengaruh perubahan dalam laba
perioda yang lalu sebagai komponen dalam menghitung laba perioda
sekarang.Metode ini dikaitkan dengan beberapa gagasan diantaranya:
Metode ini meyebar pengaruh kumulatif perubahan dalam laba
perioda yang lalu ke perioda sekarang dan beberapa perioda yang datang yang
sesuai.Perlakuan ini dilandasi oleh argumen bahwa perubahan akuntansi merupakan
suatu hal yang tidak dapat dihindari dalam proses akuntansi yang bersifat
memenuhi kebutuhan yang berkembang.
Karena setiap metoda diatas mempunyai keunggulan dan
kelemahan masing-masing,ketentuan umum yang digariskan dalam standar perioda
umumnya merupakan kompromi dari ketiga perlakuan diatas bergantung dari sifat
dan jenis perubahan akuntansinya. berikut ini adalah pedoman umum yang di
berikan dalam APB no 20 diantaranya:
Perubahan ini
merupakan pergantian metoda depresiasi dari presentese nilai buku ke garis
lurus atau sebaliknya.perubahan dapat disebabkan oleh terbitnya standar baru
yang menetapkan penggunaan metoda tertentu atau menolak sama sekali metoda
tertentu.Akan tetapi metoda yang lama di terapkan untuk suatu kejadian yang
khusus dan tidak terulang selayaknya ganti:
sebagai akibat ditemukannya fakta baru atau informasi baru
atau akibat pengalaman tambahan yang diperoleh perusahaan bersangkutan dengan
taksiran tertentu.
c. Perubahan
kestuan atau subjek
Perubahan
entitas pelaporan ini berarti perubahan organisasi atau lingkungan hidup atau
kesatuan usaha dilaporkan dalam statemen keuangan. adapun hal-hal perubahan dalam APBO No.20 antara lain:
1. Penyajian statemen keuangan konsolidasian
atau gabungan sebagai ganti statemen perusahaan secara individual.
2. Perubahan
grup perusahaan anak yang di masukan dala statemen keuangan
konsolidasian.
3. Perubahan grup perusahaan –perusahaan yang
membentuk statemen keuangan gabungan.
2.9.4. Kuasi reorganisasi
Kuasi reorganisasi biasanya
dilakukan dalam hal terjadi suatu defisit.PSAK no.51 pasal 9 mendeskripsikan
pengertian kuasi reorganisasi sebagai berikut
“kuasi reorganisasi adalah reorganisasi tanpa
melalui reorganisasi secara hukum yang dilakukan dengan menilai kembali akun –
akun aktiva dan kewajiban pada nilai
wajar dan mengeliminasi saldo defisit”.
Proses kuasi reorganisasi biasanya terdiri
atas langkah- langkah sebagai berikut:
1. Aset dan kewajiban dinilai kembali atas dasar
nilai pasar atau nilai wajar pada saat reorganisasi
2. Modal setoran lain atau agio saham harus
ditentukan jumlahnya sehingga sehingga cukup besar untuk menutup defisit .bila
suduh cukup besar maka defisit dapat langsung di kompensasi dengan agio modal
saham ini.Kalau tidak cukup,nominal saham atau nilai yuridis saham harus
diturunkan atau di mintakan kesedian dari pemegang saham untuk menutup defisit
dengan mendonasikan sebagai modal sahamnya ini berarti sebagai modal saham
dilikuidasi tanpa kompensasi siapapun kepada pemegang saham.
3. Saldo debit lama di tahan (defisit)
dieliminasi dengan cara mendebit agio atau premium modal saham
Dewan standar akunansi menegaskan
bahwa kuasi-reorganisasi bukan sekedar cara untuk menyajikan kembali posisi
keuangan yang lebih baik tetapi juga cara untuk menyelamatkan perusahaan yang
terbebani defisit yang meterial padahal perusahaan tersebut memiliki prospek
yang baik. Jika prospek memang tidak baik, defisit merupakan kegagalan
perusahaan dan kepailitan merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Oleh karena
itu, dewan standar akuntansi menetapkan syarat-syarat perusahaanyang dapat
melakukan kuasi-reorganisasi yaitu (PSAK No. 51 pasal 11):
Pengaruh defisit terhadap krediator
Setiap defisit akan mengurangi batas
perlindungan (margin of protection) yang sebelumnya dinikmati oleh kreditor
perseroan dan tingkat pengurangan ini akan menjadi makin berpengaruh kalau
defisit semakin besar.Kalau laba di tahanlah cukup untuk meyerap rugi tetrtentu
maka tidak akan timbul defisit ditinjau dari segi neraca meskipunmeskipun
posisi kreditor menjadi kutang terjamin dibandingkan dengan posisi sebelum
terjadinya rugi.
Proses
pengurangan modal saham yudiris untuk menyerap defisit akan mendekatkan posisi perusahaan
pada garis batas yang menandai timbulnya hak kreditor yaitu hak yang berkaitan
dengan kesulitan keuangan.
Urutan
penyajian kewajiban dan modal pemegang saham dalam neraca sebenarnya
menggambarkan urutan perlindungan dalam kondisi perusahaan mengalami defisit
dan dalam kondisi perusahaan dilikuidasi.dalam terjadinya defisit,. adapun
urutannya adalah sebagai berikut:
secara umum kos yang telah di
korbankan menjado biaya akan diserap melalui aliran pendapatan kotor.Hal ini
dikaitkan pada umumnya dengan pengakuan biaya atas dasra konsumsi manfaat dalam
kondisi operasi normal. Adapun urutan penyerapan biaya ,rugi,dan rugi luar
biasa dapat di gambarkan sebagai berikut:
1. Pendapatan
kotor
Pos ini menyerap semua biaya dan rugi dan
debit atau beban (charges) yang berasal dari transaksi nonprmilik.
2. Laba
bersih
Hal ini tejadi pendapatan kotor tidak
cukup untuk menutup semua kos tehabiskan (expired cost) baik yang berasal dari
konsumsi manfaat maupun hilangnya manfaat (misalnya rugi luar biasa).Bila
digunakan pendekatan laba komprehensif ,laba bersih akan menjadi laba
komprehensif.
3. Laba di
tahan
Hal ini dapat dilakukan apabila laba
bersih perioda berjalan tidak cukup untuk meyerap suatu rugi tertentu atau rugi
luar biasa.
4. Premium
modal saham
Bagian modal ini baru dapat menyerap rugi
kalau laba di tahan dan laba ditahan telah habis untuk menyangga suatu
rugi.dengan kata lain,modal saham harus tetap di jaga keutuhannya sampai
premium modal benar- benar telah habis.
5. Modal
Saham
Bila keutuhan modal yuridis telah
Berpengaruh secara substansial,kebijakan untuk melakukan kuasi reorganisasi
atau bahkan likuidasi perusahaan mungkin di perlukan.
Walaupun
demikian atas dasar sifat pendanaan (financing) dan operasi perusahaan serta
penekanan konsep kontinuitas cukup validlah untuk menganggap dalam kelompok
modal pemegang saham ,modal saham atau yuridis adalah bagian terakhir
(residual) dalam kaitannya penyerapan rugi.
Urutan perlindungan menunjukan siapa yang harus didahulukan dalam
menerima distribusi aset atau siapa yang harus menanggung akibat dalam kasus
perusahaan yang dilikuidasi.dtinjau dari segi ini urtan perlindungan yang
menerima aset yaitu:
1. karyawan
dan pemerintah
pihak ini dapat di pandang sebagai
kreditor yang diperioritaskan yaitu karyawan dengan hak atas gaji dan
pemerintah dengan baik atau pajak terhutang.
2. Kreditor
berjaminan.
Pihak ini adalah pemegang obligasi atau
kreditor lain yang haknya dijamin dengan hak sita (liens) atas aset tertentu.
3. Kreditor
tak berjaminan (unguanteed creditors)’
Pihak ini terdiri atas para kreditor yang
tidak dijamin yang terefleksi dalam utang usaha atau utang wesel baik jangka
pendek maupun jangka panjang.
4. Pemegang
saham perioritas
Pihak ini dilindungi oleh laba di tahan
sebagai penyangga modal saham atau yuridis
5. Pemegang
saham biasa.
Pihak ini merupakan pemegang hak atas sisa
kekayaan (residual interest) yang berarti bahwa pemegang saham biasa harus
menanggung dahulu rugi atau defisit. \
Dengan urutan perlindungan diatas pemegang modal saham
biasa adalah paling akhir dilindungi alias tidak ada perlindungan sama
sekali.Modal saham biasa ini merupakan hak atas kekayaan yang terbuka terhadap
resiko dan paling berpengaruh terhadap hasil kegiatan perusahaan.
Bila
komponen –komponen tertentu yang berasal
dari transaksi operasi dilaporkan langsung ke laba di tahan,laba di tahan dapat
di sajikan dan di rincikan atas dasr sumber(by sources) .Terdapat pula
kebiasaan bahwa laba di tahan disajikan dengan memerincinya atas dasar
tujuan(by purpose) dengan cara yang di sebut dengan aprosiasi (apropriation)
dan pembatasan (restriction).
Dengan dasar ini ,laba ditahan dapat di rinci menjadi laba di tahan yang
berasal Dri operasi normal atau rutin dan dasar yang berasal dari laba luar
biasa .Dapat saja pembedaan antara kedua sumber laba ditahan tersebut
dipertajam.Namun ,sebenarnya tidak cukup beralasan untuk memecah kembali jumlah
rupiah bersih laba periodik atas dasar klasifikasi sumber bilamana statemen
llaba- rugi telah memuat semua faktor yang menetukan laba bersih dan laba
komprehensif ini telah menjadi dan d transfer ke laba di tahan menjadi bagian
dari ekuitas laba di tahan pemegang saham.
Jadi,bila perubahan akibat transaksi operasi dipisahkan secara tegas
dengan transaksi modal statemen laba- rugi telah merefleksi sumber laba di
tahan sehingga perincian laba di tahan akan percuma.
Dalam praktik ,perincian ini ditujukan untuk adanya pos cadangan jaminan
sosial ,laba di tahan terbatas (restricted retained earnings) dan cadangan
umum.perincian semacam itu sebenarnya sama saja dengan mengaitkan laba di tahan
dengan aset tertentu (asset imputation).Artinya dlam aset apa saja laba ditahan
sebagaimana terikat.Klasifikasi ini mendasarkan pada tujuan penggunaan terkait
laba ditahan sebagaimana ditunjukan oleh komponene aset yang terkait.
Bentuk lain dari proses ini adalah dengan cara proses peyisihan yaitu
dengan bertujuan untuk penyerapan kemungkina rugi atau ketidakpastian
lainnya.Penyisihan ini juga tidak bermakna
karena pada dasarnya total jumlah rupiah laba di tahan juga dapat
dipandang sebagai suatu tuntuna ganti rugi atau klaim yang suatu saat memang
harus dipenuhi maka jumlah rupiahnya harus ditunjukan sebagai kewajiban.
Proses penyisihan laba di tahan hendaknya tidak dikacaukan dengan proses
akuntansi untuk pengukuran laba.Dengan demikian masa;ah cadangan laba di tahan
harus dibedakan secara tegas dengan maslah teoritis yang berkaitan dengan
akun-akun “cadangan “ utang (misalnya diskun utang obligasi),”cadangan
“aset(depresiasi akumulasian),cadangan
kerugian piutang,dan akun-akun cadangan lainnya sebagai kontra-akun aset atau
kewajiban.
Perubahan
akibat transaksi operasi atau transaksi nonpemilik harus dibedakan dan
dipisahkan secara tegas dengan perubahan akibat transaksi pemilik ,semua
perubahan akibat transaksi operasi harus dilaporkan melalui statemen laba
–rugi.
Pos- pos
operasi dalam arti luas sebagai lawan pos-pos transaksi nonpemilik meliputi
pos-pos operasi utama,pos-pos tambahan dan pos-pos sifatnya kuhus atau luar biasa tetapi berasal dari
transaksi non pemlik.
Dalam hal ini dapat di
anut dua pendekatan yang dapat dipakai
yaitu:
Pendekatan ini
hanya memasukkan kedalam statemen laba – rugi pos –pos operasi yang
dianggap bertalian dengan tahun berjalan
dan pengguna aset untuk mencapai tujuan utama.pendekatan ini menekankan makna
perioda sekarang atau berjalan (current) dan operasi (operating) dalam arti
sempit. Pendukung pendekatan mengajukan beberapa argument yaitu:
Pendekatan ini menekankan
pemisahan secara tegas transaksi pemakai operasi dalam arti luas transkasi
modal.Dengan kata lain,yang diperhitungkan sebagai laba dan disajikan melalui
statemen laba-rugi adalah semua pos akibat transaksi nonpemilik.pendekatan ini
dilandasi atas dasar konsep kontinuitas usaha yang memandang statemen merupakan
penggalan aliran operasi (pendapatan dan biaya)dalam jangka panjang.untuk dapat
memprediksi kemampuan melaba jangka panjang statemen laba-rugi tidak dapat
berdiri sendiri tetapi harus disajikan sebagai serangkaian statemen laba-rugi
sepanjang umur perusahan.
Pattonn dan littleton (1970) mengajukan argumen mendasar dalam mendukung
pendekatan laba semua termasuk yaitu konsep pemanfaatan aset (aset
utilization).konsep ini memandang bahwa manajemen mengelola aset sebagai satu
kesatuan.Dari segi pemanfaatan sebenarnya tidak dapat dipisahkan antara aset
keuangan dan aset tetap sehingga keduannya mempunyai pengaruh yang sama
terhadap laba.Lawan dari kosep pemanfaatan adalah konsep aset kapital.Konsep
ini membedakan aset kapital dan aset lainnya sehingga berpengaruh transaksi
aset kapital terhadap laba harus berbeda
Statemen laba rugi harus menyajikan secara efektif semua
akibat dari pemanfaatan aset yang siserahkan sepenuhnya kepada manajemen.Pemisahan
laba menjadi normal dan tidak normal dalam dua statemen akan cenderung
mengalihkan pusat perhatian pemakaian seperti secara tidak semestinya kelaba
normal dan dengan demikian scara tidak sadar menguarangi perhatian pembaca akan
keefektifan manajemen secara keseluruhan.
Manajemen memang dipercyakan kepadanya mengelola
aset.Memang ada beberapa cara untuk memanfaatkan aset.Penggunaan aset utama
untuk menghasilkan barang atau jasa untuk mendatangkan laba. Dalam hal ini,aset
atau sumber ekonomik akan berkurang dengan terjadinya kos produksi ,biaya,dan
rugi serta akan bertambah dengan terjadinya pendapatan,laba,dan untung luar
biasa.Penggunaan aset yang kedua adalah untuk dijadikan jaminan kontrak utang
atau pendanaan dan untuk alat pelunasan kontrak tersebut.dalam hal ini akan
bertambah dengan adanya pinjaman atau modal baru.Karena perbedaan harus
dipisahkan dengan tegas dan jelas tetapi harus tetap dalam kategori perubahan
akibat transaksi operai (nonpemilik).dengan kata lain perubahan tersebut harus
dilaporkan melalui statemen laba – rugi.
Ada perbedaan antara biaya dan rugi dan antara laba dan
untung luar biasa tetapi juga ada kesamaannya (similarities) yang mendasar
yaitu semuanya merupakan perubahan akibat pemanfaatan aset untuk tujuan
produktif.bagi para pemakaian statemen keuangan justru kesamaan mendasarlah
yang lebih penting daripada perbedaan. Kemungkinan kesalahan interpretasi akan
lebih besar dalam pelaporan terpisah dari pada pelaporan yang komprehensif.
Sebagai lawan konsep pemanfaatan aset ,konsep ini
merupakan pembeda fungsi aset lancar dan aset tetap.Dengan demikian,perubahan
aset tetap karena penjualan atau
penghentian berbeda dengan perubahan karena pemanfaatan aset untuk
menciptakan laba (melalui depresiasi)sehingga laba atau rugi pemberhentian aset
harus dilaporkan terpisah sebagai penyesuaian laba si tahan.Laba atau rugi ini
di pandang sebagai transaksi modal karena dianggap modal pemegang saham
tertanam dalam. aset tetap ni berarti jenis aset fisis tertentu sebagai rugi
atau laba yang melekat pada jenis aset tertentu dapat dilaporkan terpisah dari
perubahan aset yang berkaitan langsung dengan biaya dan pendapatan. Berikut ini
adalah argumen yang diajukan oleh Van Breda pada tahun 1992 dan sumber lainnya
yang termasuk menyajikan statemen laba rugi antara lain:
Dengan
dianutnya pendekatan laba semua- termasuk atau laba komprehensif, masalahnya
adalah bagaimana cara menyajikan komponen- komponen pembentuk laba komprehensif dan bagaimana mereka disajikan
dalam statemen laba-rugi. sebagai basis pembahasan penyajian laba, gambar 11.3
dibawah ini memuat komponen-komponen pembentuk statemen laba-rugi.
Gambar 11.3
Komponen-komponen Pembentuk
Laba-Rugi
komponen 6
dan 7 dalam gambar tersebut juga dikategorikan sebagai komponen perubahan
ekuitas nonpemilik dan keduanya disebut pengaruh kumulatif perubahan akuntansi
atau penyesuaian kumulatif akuntansi sehingga pos-pos yang termasuk dalam
kategori ini disebut dengan perubahan ekuitas nonpemilik lainnya. karena
komponen 1 sampai 8 semuanya masuk ke dalam statemen laba-rugi, angka bersih
yang diperoleh disebut oleh FASB dengan laba komprehensif. tujuan dimasukkannya
komponen 8 dalam statemen laba-rugi adalah untuk mencegah penyembunyian atau
penghilangan secara diskresioner pos-pos laba atau rugi tertentu dari statemen laba-rugi. dengan kata
lain, tujuannya adalah untuk mencegah penyalahgunaan.
Sebelum
SFAC No. 6 diterbitkan, statemen yang termasuk ke dalam laba-rugi semua-
termasuk hanyalah komponen 1 sampai 7
dan angka bersihnya disebut laba bersih. Dalam SFAC No. 6, komponen 6 dan 7 dikeluarkan dari laba bersih dan dilaporkan
sebagai perubahan ekuitas nonpemilik dan laba bersih yang diperoleh dari
komponen 1 sampai 5 disebut dengan laba perioda
dan laba perioda setelah komponen 6 dan 7 disebut laba perioda bersih atau tetap laba
bersih. Bila terjadi rugi, laba komprehensif menjadi rugi komprehensif. Laba
komprehensif dapat disebut juga perubahan ekuitas nonpemilik total.
Terdapat
dua pendekatan penyusunan statemen laba-rugi utnuk menyajikan komponen 1 sampai
8. Pendekatan satu statemen menyajikan kedelapan komponen tersebut dalam satu
statemen yang diberi judul statemen laba-rugi dan laba-rugi komprehensif.
Pendekatan dua statemen memisahkan pelaporan 1 sampai 7 dalam statemen
laba-rugi dan menyajikan pengaruh komponen 8 terhadap laba perioda bersih dalam
statemen laba-rugi komprehensif. Untuk memberi gambaran secara lengkap konsep
laba komprehensif, gambar 11.4 dihalaman berikut menyajikan contoh pnyusunan
statemen laba-rugi dengan pendekatan dua statemen.
Biaya bunga
dimasukkan dalam komponen biaya lainnya dan rugi. Angka bersih dan biaya
lainnya dan rugi serta pajak penghasilan disebut laba dari operasi berlanjut.
jadi, komponen 1 sampai 3 pada gambar 11.3 disebut komponen operasi (dalam arti
luas) dan membentuk laba dari operasi berlanjut. Hal ini berarti bahwa pos-pos
dalam komponen pendapatan lainnya dan untung atau biaya lainnya atau rugi tidak
dipandang sebagai pos-pos nonoperasi. Oleh karena itu, pos-pos dalam komponen 4
sampai 8 sering disebut pos-pos tak reguler atau tak teratur. Pengertian tak reguler menjadi masalah bila dikaitkan
dengan makna tak umum atau tak biasa dan luar biasa atau ekstraordiner.
Persoalannya adalah kapan suatu pos harus dikategori sebagai komponen 2,
komponen 5, atau lainnya. Bila masuk komponen 5, apakah pos tersebut tak biasa
atau luar biasa. Berkaitan dengan ini, APBO No. 30 (prg. 20-24) mendeskripsi
kriteria untuk mengklasifikasi suatu kejadian atau transaksi yang membentuk
pos-pos luar biasa yaitu:
Gambar 11.4
Penyajian
Statemen Laba-Rugi Komprehensif Pendekatan Dua Statemen
PT.ABC
Statemen Laba-Rugi
untuk Tahun Berakhir 31 Desember 200X
Pendapatan/penjualan Rp51.680.000
Kos barang terjual (28.430.000)
Laba kotor penjualan Rp23.250.000
Biaya penjualan dan
administratif (12.500.000)
Laba dari operasi utama Rp10.750.000
Pendapatan lainnya dan
untung Rp1.630.000
Biaya lainnya dan rugi (795.000) 835.000
Laba dari operasi berlanjut, sebelum pajak Rp9.915.000
Pajak penghasilan (2.225.000)
Laba dari operasi berlanjut Rp7.690.000
Operasi hentian, setelah
pajak (290.000)
Laba sebelum kos ekstraordiner dan pengaruh
kumulatif perubahan akuntansi Rp7.400.000
Pos-pos ekstraordiner,
setelah pajak 150.000
Laba perioda (earnings) Rp7.550.000
Pengaruh kumulatif perubahan
akuntansi, setelah pajak 365.000
Laba perioda bersih/laba bersih Rp7.915.000
PT.ABC
Statemen Laba-Rugi Komprehensif
untuk Tahun Berakhir 31 Desember 200X
Laba perioda bersih Rp7.915.000
perubahan ekuitas
nonpemilik lainnya:
Penyesuaian penjabaran mata uang asing Rp314.500
Untung belum terrealisasi atas sekuritas 56.000 371.000
Laba komprehensif Rp8.286.000
Secara umum
dapat disimpulkan bahwa pos-pos tak reguler dilaporkan seperti dalam contoh
dalam Gambar 11.4. Pos-pos material yang tidak memenuhi kriteria ekstraordiner
dilaporkan terpisah antara seksi operasi hentian dan seksi pos ekstraordiner.
Gambar 11.5 di bawah ini melukiskan kaidah keputusan untuk menyajikan semua pos
atau komponen pembentuk statemen laba-rugi komprehensif.
Gambar 11.5
Pedoman
Penyajian Pos-pos Pembentuk Statemen Laba-Rugi
Dalam PSAK No.
1, Dewan Standar Akuntansi menetapkan bahwa statemen laba-rugi harus disajkan
sedemikian sehingga mengungkapkan berbagai unsur kinerja keuangan yang
bermanfaat bagi pemakainya. Oleh karena itu, statemen laba-rugi statemen
laba-rugi minimal harus menyajikan dan menonjolkan hal-hal berikut (pasal 56):
Ketentuan
tersebut bersifat umum dan berlaku untuk perusahaan jasa, perdagangan, maupun
manufaktur. Butir b sebenarnya adalah laba antara setelah pendapatan atau butir
a dikurangi dengan biaya-biaya usaha. PSAK No. 1 menetapkan bahwa penyajian
biaya-biaya usaha dapat menggunakan klasifikasi (format) atas dasar sifat biaya
atau fungsi biaya.
Dalam PSAK No. 25,IAI
mengenalkan konsep laba atau rugi dari aktivitas normal yang dalam PSAK No. 1
disebut sebagai laba atau rugi usaha (pasal 56 butir b). Konsep ini sama dengan
konsep FASB yang disebut laba dari operasi berlanjut. PSAK No. 25 juga mngenal
konsep laba atau rugi untuk perioda berjalan yang merupakan laba bersih dari
komponen berikut (pasal 09):
- Laba atau rugi dari aktivitas normal dan
- Pos luar biasa.
Karena ada
pos-pos penerobos, IAI tidak menerapkan konsep penyusunan statemen laba-rugi
semua termasuk secara penuh. Dengan kata lain, laba bersih (angka akhir) dalam
statemen laba-rugi versi IAI tidak dapat dikatakan sebagai laba komprehensif
penuh. Dalam PSAK No. 25 tidak dibahas atau dikenal apa yang disebut efek
kumulatif perubahan akuntansi yang harus dilaporkan dalam statemen laba-rugi
berjalan sebagai alternatif perlakuan. Pendekatan semacam ini disebut dengan
current atau catch-up method sebagaimana dicontohkan dalam gambar 11.4.
Walaupun demikian, PSAK No.25 memperlakukan perubahan estimasi akuntansi
sebagai komponen statemen laba-rugi.
Gambar 11.6
Komponen-komponen
Takregular dalam PSAK No. 25 dan penyajiannya
Komponen
|
Perlakuan dan Penyajian
|
Pos luar biasa
|
Komponen laba-rugi. Disajikan setelah laba yang berasal dari
Kegiatan normal perusahaan ditambah pengungkapan dalam catatan kaki mengenai
hakikat dan pertimbangan keputusan.
|
Operasi hentian (yang
tidsk dilsnjutksn)
|
Komponen laba-rugi. Ditambah pengungkapan dalam catatan kaki
mengenai hakikat dan pertimbangan keputusan. Tidak memenuhi kriteria luar
biasa: disajikan sebagai pos dalam kegiatan normal. Memenuhi kriteria luar
biasa: disajikan sebagai pos luar biasa. Ada unsur ketidakpastian: disajikan
sebagai pos kebergantungan.
|
Peruban estimasi
akntansi
|
Komponen laba rugi. Disajikan dalam perioda terjadinya dan
perioda akan datang atau prospektif (bila perlu) ditambah pengungkapan dalam
catatan kaki mengenai hakikat perubahan. Disajikan dalam klasifikasi yang
sama dengan yang digunakan sebelumnya untuk estimasi yang bersangkutan.
|
Kesalahan mendasar
|
Penyesuai laba ditahan dengan kewajiban penyesuaian retrospektif
bila dipandang praktis ditambah pengungkapan dalam catatan kaki tentang
hakikat dan informasi lain yang berpaut. Komponen
laba-rugi jika kesalahan tidak mendasar.
|
Perubahan kebijakan
akuntansi
|
Penyesuaian laba ditahan secara retrospektif atau prospektif
ditambah pengungkapan tentang alasan perubahan dan informasi lain yang
berpaut.
|
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konsep kesatuan usaha memisahkan secara fisik dan
konseptual antara manajemen dan pemilik. Ekuitas pemegang saham menggambarkan
hubungan yuridis antara perseroan dengan para pemegang saham. Ekuitas pemegang
saham terdiri atas dua komponen yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal
setoran dipecahkan menjadi modal yuridis dan modal setoran lain.
Ekuitas didefinisikan secara sintatik sebagai hak
residual atas aset perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Ekuitas
terpaksa didefinisi secara sintatik bukan semantik karena keperluan untuk
memprtahankan artikulasi statemen keuangan. Ekuitas mengandung makna pemilikan.
Oleh karena itu, untuk organisasi nonbisnis ekuitas sering disebut sebagai aset
bersih.
Ekuitas berbeda dengan kewajiban dalam tiga hal, yaitu
hak atas penyelesaian klaim, hak penggunaan aset, dan substansi perjanjian
(yuridis). Walaupun demikian, atas dasar konsep kesatuan usaha kreditor dan
investor dipandang sebagai pihak luar perusahaan yang terpisah dari manajemen.
Modal setoran perlu dibedakan dengan laba ditahan karena
modal setoran merupakan suatu bentuk
kontrak yuridis yang harus dipertahankan keutuhannya sedangkan laba
ditahan merupakan modal yang tercipta
atau terhimpun karena pemanfaatan aset.
Modal setoran merupakan perubahaan aset dalam rangka pendanaan (transaksi modal)
sedangkan laba ditahan merupakan perubahan aset dalam rangka produksi (transaksi
operasi).
Kontrak yang sesungguhnya antara pemegang saham dan
perseroan ditunjukan oleh keseluruhan dana yang disetor (modal setoran) tanpa
memperhatikan adanya modal yuridis atau modal saham yang sering dianggap
sebagai batas perlindungan bagi pihak lain. Pemisahan dan pelaporan modal
yuridis tidak menjadi masalah secara teknis. Akan tetapi, secara konseptual
modal yuridis dan modal setoran lain harus ditotal untuk menunjukan modal
setoran yang harus dibedakan dengan laba ditahan. Dari segi akuntansi, yang
mendasarkan diri pada konsep dasar substansi di atas bentuk, ekuitas pemegang
saham adalah seluruh jumlah yang secara ekonomik tertanam dalam perseroan
termasuk laba ditahan.
Modal setoran dapat bertambah karena pemesanan saham,
konversi status obligasi, konveersi status saham istimewa, dividen saham, dan
hak beli saham. Trnsaksi yang menyangkut hal-hal tersebut merupakan transaksi
modal sehingga tidak melibatkan sama sekali laba atau rugi meskipun dalam
beberapa kasus dapat melibatkan laba ditahan. Modal setoran dapat berkurang
karena saham treasuri. Masalah yang berkaitan dengan saham treasuri adalah:
Dua konsep dapat
diterapkan yaitu konsep satu transaksi dan konsep dua transaksi.
Beberapa pos yang mempunyai potensi untuk mempengaruhi
laba ditahan dan dilaporkan sebagai penyesuai laba ditahan adalah penyesuaian perioda-lalu, koreksi
kesalahan, pengaruh perubahan akuntansi, dan kuasi reorganisasi. Secara umum,
perubahan akibat ketiga komponen pertama diperlakukan sebagai transaksi operasi
sehingga dilaporkan dalam statemen laba-rugi. Kuasi reorganisasi akan
mempengaruhi laba ditahan secara langsung.
Kuasi-reorganisasi dilakukan apabila terdapatdefisit yang
sukup besar tetapi perusahaan masih berjalan baik dan mempunyai prospek yang
baik pula. Hal ini, dilakukan untuk mengatasi keadaan yang disebut bangkrut
secara teknis sehingga perusahaan bebas dari kemungkian bangkrut. atau pailit
yang secara hukum mengarah ke likuidasi.
3.2. Saran
Alasan mendasar dianutnya pendekatan penyajian laba semua termasuk adalah konsep pemanfaatan
aset. statemen laba-rugi harus menyajikan secara efektif semua akibat dari
pemanfaatan aset yang diserahkan sepenuhnya kepada manajemen. Pemisahan laba
menjadi normal dan tidak normal dalam dua statemen (laba rugi dan laba ditahan)
akan cenderung mengalihkan pusat perhatian pemakai secara tidak semestinyake
laba normal dan dengan demikian secara tidak sadar mengurangi perhatian pembaca
akan keefektifan manajemen secara keseluruhan.
Pendekatan kinerja sekarang dilandasi kekhawatiran akan
adanya fiksasi fungsional. Bila pendekatan kinerja sekarang dianut, beberapa
komponen akan dilaporkan sebagai komponen perubahan laba ditahan. Komponen
tersebut antara lain operasi hentian, pos-pos luar biasa, pengaruh kumulatif
perubahan akuntansi dan koreksi mendasar.
Pendekatansemua termasuk dilandasi oleh konsep kontinuitas
usaha serta upaya dan hasil yang menegaskan bahwa statemen laba-rugi harus
memuat semua perubahan ekuitas kecualiyang berasal dari transaksi dengan
pemilik. Perubahan ekuitas harus dipisahkan dengan tegas menjadi ekuitas yang
berasal dari transaksi modal dan transaksi operasi.Laba ditahan hanya akan
berisi laba komprehensif yang dipindah dari statemen laba rugi dan berbagai
komponen transaksi modal seperti dividen dan saham treasuri.